oleh Deri Adesti
Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang memiliki bentuk kreativitas yang beraneka ragam. Kesenian sudah hadir sejak zaman dahulu kala sebagai sarana hiburan bahkan sudah ada yang menjadikan kesenian sebagai salah satu tradisi yang dimiliki oleh suatu daerah. Saat ini kesenian sudah berkembang dengan menampilkan berbagai inovasi dan adapula dengan mempertahankan ciri khas dalam kesenian secara turun temurun agar bisa dinikmati oleh masyarakat.
Termasuk kesenian yang ada di Pulau Bunguran, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau juga memiliki ciri khasnya tersendiri. Meskipun wilayah Bunguran Besar hampir memiliki kesamaan namun tetap saja setiap daerah memiliki identitas masing-masing dalam bidang seni dan budaya. Seperti Kecamatan Bunguran Utara, umumnya hampir serupa dengan kesenian di Pulau Bunguran lainnya seperti permainan alu, silat diiringi gendang panjang, kesenian hadrah, tarian-tarian melayu dan lain-lainnya.
Kesenian lahir karena kegiatan dan kebiasaan masyarakat yang beragam ini melahirkan sebuah ide kreatif denganmenghadirkan berbagai karya dan dikreasikan kedalam berbagai jenis tarian. Salah satunya ialah tarian tentang aktivitas masyarakat dalam memanfaatkan kekayaan alam baik laut maupun darat. Memiliki letak wilayah yang berdampingan dengan laut dan gunung menjadikan masyarakatnya cenderung bekerja lebih dari satu jenis pekerjaan. Beberapa tarian pernah diiniasikan oleh salah satu pegiat seni di Bunguran Utara bertujuan untuk mencerminkan masyarakatnya yang bersifat agraris, maka dibuatkan penampilan dalam bentuk tarian untuk menjelaskan kebiasaan masyarakat dalam bidang pertanian. Salah satu contohnya adalah tarian yang menampilkan tentang musim panen padi yakni tari Telindek dan Nyiru. Tari Telidek, nama tarian ini diambil dari nama jenis topi atau pelindung kepala dari panas terik matahari yang digunakan masyarakat saat ke sawah. Tarian ini menggambarkan tentang aktivitas masyarakat saat masa panen tiba dan tariannya didominasi oleh laki-laki. Sementara itu adapula tari Nyiru, menampilkan kegiatan membersihkan padi dari sekamnya atau butiran kotor lainnya untuk mendapatkan butiran beras bersih dengan menggunakan alat tradisional yang disebut dengan nyiru. Dan yang menarik dari tari lainnya adalah tari Tunjeng, tarian ini diangkat dari permainan rakyat Kelarik pada zaman dahulu namun memiliki resiko yang cukup besar karena tarian ini hanya bisa dilakukan dengan memanggil syeikh atau orang terpandang dalam desa setempat. Sehingga akhirnya membuat sulit untuk mendalami akan tarian ini karena resiko yang dimilikinya.
Banyak kreasi dalam kesenian sudah sangat melekat dengan masyarakat Bunguran Utara. Namun ada satu jenis tarian yangdianggap dan diakui sebagai identitas kesenian dengan berciri khas wilayah ini, yaitu tarian Cik Abu. Tari Cik Abu merupakan sebuah tarian yang merepresentasikan kegiatan masyarakat setempat dalam mengolah kelapa untuk dijadikan kopra. Tarian ini sudah hadir sejak sekitar tahun 1986, namanya diambil dari kata Cik yang berarti tuan dan Abu ialah nama orang yang mewakili para pekerja kelapa. Gerakan pada tarian ini secara umum menjelaskan proses pengolahan kelapa untuk dijadikan kopra dan dikerjakan oleh pasangan suami istri dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan memanfaatkan sumber daya alam nan melimpah ditanah Bunguran Utara.
Tarian ini terdiri dari 6 gerakan oleh laki-laki dan 6 gerakan oleh perempuan, ditampilkan dalam waktu bersamaan dengansetiap gerakan dalam bekerja sebagai petani kelapa dalammenjelaskan setiap prosesnya. Pada awal mula gerakan dijelaskan tentang cara mengambil kelapa oleh para suami dengan menampilkan gerakan memegang galah atau disebut sadeu. Kemudian masih bersamaan dengan gerakan sang suami, sang istri turut bergerak mengumpulkan kelapa tadi untuk dimasukkan kedalam keranjang rotan atau siebut tunjeng. Dilanjutkan dengan gerakan para suami sedang mengupas kelapa untuk dipisahkan dari sabutnya sementara para istri membelah kelapa yang sudah dipisahkan dari sabutnya untuk diasapkan. Setelah itu, dilanjutkan dengan gerakan bersaamanuntuk proses pengasapan kelapadengan menggunakan teknik tradisional dari memanfaatkan kayu, tempurung dan sabut kelapa. Ketika kelapa selesai diasapkan, isi kelapa diambil dengan cara mencongkel isinya untuk memisahkan dari tempurung dengan menggunakan alat bantu khususdisebut isok isek. Masih dengan gerakan beriringan dengan para suami, para istri membelah kelapa tadi agar menjadi bagian yang mudah untuk dimuat dalam jumlah banyak kedalam karung/goni. Disini para suami menjahit goni dibantu oleh sang istri dengan memegang ujung sisi goni agar kian mempermudah dan memperkuat goni supaya kelapa tidak keluar. Tidak terasa hari paling bahagia telah tiba, rasa lelah berhari-hari t elah dilewati para pekerja dalam mengolah kelapa yang berhadapan panas terik matahari dan ditambah dengan pedihnya asap telah usai. Para suami dan istri ini siap mengantarkan kopra olahan mereka kepada para toke atau para pengusaha kaya untuk mendapatkan uang dalam memenuhi kebutuhan pangan dan sandang. Dalam gerakan ini pula para penari diperbolehkan untuk tersenyum karena berkat pencapaian mereka ini mewakilkan ekspresi ceria saat mendapatkan sesuatu yang kita inginkan setelah melalui usaha berat untuk membayar lelah yang dilalui. Karena pada gerakan sebelumnya para petani melakoni pekerjaan melelahkan jadi sulit untuk berbagi kebahagian sehingga ekspresi saat bekerja diwakilkan oleh setiap gerakan tarian.
Tarian ini didedikasikan kepada para penonton akan tata cara dalam memproduksi kopra dengan teknik tradisional dan dalam proses produksinya masyarakat dibantu dengan peralatan unik seperti, galah yang ujungnya diikatkan mata pisau semacam sabit untuk mempermudah dalam mengambil kelapa. Ada pula alat untuk memisahkan sabut kelapa dari batoknya dengan menggunakan “ suek “, memiliki ujung yang tajam seperti bentuk kerucut namun ditancapkan pada tumpuan yang kuat sejenis besi, kayu atau lainnya dan memiliki tinggi sekitar selutut orang dewasa. Kemudian adapula alat namanya “ isok isek “, alat ini digunakan untuk mencongkel isi kelapa dari batoknya. Terakhir adalah “ tunjeng “, terbuat dari rotan yang memiliki jenis ukuran kecil dan besar danberbentuk seperti keranjang berongga lalu diberi tali atau jenis lainnya untuk diletakkan diatas kepala ketika hendak membawa berbagai jenis barang salah satunya adalah kelapa.
Kesenian lahir dengan menampilkan tradisi dan budaya yang masih ada hingga saat ini, tentunya akan menghasilkan berbagai karya dan inovasi untuk kita jaga dan lestarikan. Kesenian Cik Abu sudah menjadi identitas yang melekat dalam kebiasaan masyarakat Bunguran Utara apalagi desa Kelarik Air Mali karena disini awal mula hadirnya tarian ini. Tarian ini masih dan selalu dibawakan dalam acara-acara penting tentu sudah diregenerasikan kepada anak-anak di tiap-tiap sekolah dari SD hingga SMA. Tarian Cik Abu ditampilkan dengan balutan busana tradisional yang kekinian ini dibaluti dengan iringan musik yang dahulunya dimainkan secara manual namun sekarang hanya bisa menggunakan suara audio karena kekurangan alat musik dan pemainnya. Tentunya tarian ini didukung oleh pembacaan sinopsis yang menjelaslan setiap gerakannya agar memudahkan para penonton dalam memahami setiap gerakan yang diperagakan.
Deri Adesti lahir Kelarik, 02 Mei 2002. Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Riau.