Oleh Nabila Safanatun Nadya
Pendidikan di Indonesia sempat menerapkan beberapa kurikulum di berbagai jenjang pendidikan dimulai dari SD, SMP, SMA/SMK, hingga Perguruan Tinggi. Begitupun kurikulum yang diterapkan sebelumnya seperti kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013. Namun, pada saat ini Menteri Pendidikan kita, yaitu Nadiem Makarim telah menerapkan kurikulum baru, yaitu Kurikulum Merdeka yang dinilai dapat menjadi solusi dari kekurangan-kekurangan kurikulum sebelumnya dan menjadi kurikulum yang mampu bersaing dengan perkembangan teknologi saat ini.
Menurut Nadiem Makarim, kurikulum merdeka adalah merdeka belajar yang memiliki arti bahwa siswa atau peserta didik dapat memilih minat bakat mereka sesuai dengan apa yang mereka inginkan di jenjang SMA. Pada saat ini juga, setiap sekolah yang sudah mampu menerapkan kurikulum merdeka akan mulai menghilangkan jurusan peminatan dan membebaskan siswa dalam belajar sesuai dengan minat dan bakat yang mereka inginkan. Hal ini bertujuan agar siswa dapat memilih keputusannya sendiri untuk menunjang kehidupan dewasa nantinya.
Harus kita ketahui bahwa kurikulum merdeka ini dapat dikatan sangat fleksibel, fokus terhadap pengembangan karakter siswa dan kompetensi sehingga dapat dikatakan lebih baik dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya. Kurikulum merdeka mendukung beberapa pemulihan dalam pembelajaran seperti :
1. Pembelajaran yang berbasis projek untuk menunjang soft skill dan karakter siswa
2. Berfokus pada materi essensial sehingga siswa memiliki banyak waktu untuk mengembangkan soft skill mereka
3. Fleksibilitas guru terhadap pembelajaran sehigga dapat menyesuaikan kemampuan peserta didik dan menyesuaikan konteks dan muatan lokal
Berdasarkan hal itu, kurikulum merdeka lebih mengedepankan siswa dalam menguasai kemampuan yang mereka miliki di sekolah. Dalam menguasai kemampuan atau kompetensi tersebut siswa dapat berkonsultasi dan belajar langsung dengan guru yang sesuai sehingga siswa mendapatkan bimbingan dan arahan dalam mengembangkan kompetensi mereka. Fleksibilitas guru dalam mengajar juga dapat meringankan beban guru yang di mana sebelumnya guru perlu menyesuaikan dengan pembelajaran yang diarahkan oleh pemerintah. Sekarang, guru hanya menyesuaikan konteks dan kemampuan anak saja.
Akan tetapi, kurikulum merdeka bisa dikatakan kurang memuaskan karena berbagai faktor seperti guru dan siswa. Dalam mengembangkan kompetensi mereka, siswa perlu adanya bimbingan lebih dalam pengembangan kompetensi, tetapi tidak semua guru dapat membimbing siswa tersebut dan biasanya guru hanya menguasain satu bidang saja sehingga perlu beberapa guru yang perlu adanya pelatihan tersendiri. Di sisi lain, siswa dengan waktu luang yang cukup banyak terkadang kesadaran mereka dapat dikatakan kurang. Karena kemajuan dan perkembangan teknologi siswa terfokus pada gadget, laptop, handphone, dan lain-lain.
Bukan hanya guru dan siswa saja, sekolah juga tidak semuanya dapat menerapkan langsung kurikulum merdeka. Pada dasarnya kurikulum merdeka terfokus pada kebebasan anak dalam belajar minat dan bakat mereka, tetapi hal tersebut perlu ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai. Adaptasi guru dalam kurikulum merdeka patut di sorot. Sehingga kurikulum merdeka masih perlu adanya penyesuaian baik bagi sekolah, guru, ataupun siswa itu sendiri. Jangan sampai setelah penerapan kurikulum merdeka pada sekolah yang belum siap akan berdampak negatif terhadap siswa seperti penurunan kualitas siswa.
Melihat hal itu, Nadiem Makarim memberikan kemudahan dan kelonggaran terhadap sekolah jikalau sekolah yang bersangkutan belum mampu menerapkan kurikulum merdeka. Sekolah tersebut bisa menerapkan kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum 2013 yang secara bertahap harus beradaptasi dengan kurikulum merdeka agar seluruh siswa dapat merasakan bagaiama bebasnya dalam belajar atau merdeka belajar.
Nabila Safanatun Nadya mahasiswi Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto.