Perjalanan yang Ketiga Belas
Sedanau pada 16 Ramadan bersamaan dengan 28 Februari hari Sabtu
Pukul 3½ petang, Tuan Kontelir mengambil gambar tempat pengadilan (hukum) di Pulau Sedanau yang belum selesai dikerjakan itu. Setelah selesai mengambil gambar, pukul 4 petang, Tuan Kontelir meminta turun ke kapal. Sedangkan Raja Ali Kelana tinggal di darat dan berjanji kepada Tuan Kontelir pukul 10 malam ia akan turun ke kapal. Sesuai dengan janjinya, Raja Ali Kelana turun ke kapal dalam keadaan yang sudah siap berlayar esok hari. Mufakatnya mereka akan bertolak dari labuhan Sedanau berlayar ke Pulau Panjang karena memeriksa segala hal-hal tongkang Haji Usman yang telah pecah dipukul angin di Pulau Tembelan. Kabarnya harta benda yang mengapung di laut itu banyak dijual oleh orang Tembelan ke Pulau Panjang. Untuk memastikan kebenarannya, Flamanco berlayar ke sana. Pada 17 Ramadan bersamaan dengan 1 Maret hari Ahad pukul 6 pagi bertolak dari labuhan Sedanau. Pukul 6 petang tiba di labuhan Pulau Panjang, tetapi sangat-sangat jauh dari daratan. Karena hal itu, mereka menunggu-nunggu duduk di kapal menanti hari terang.
Perjalanan yang Keempat Belas
Pulau Panjang dan Pulau Serasan pada 18 Ramadan bersamaan dengan 1 Maret hari Senin pukul 6½ .
Raja Ali Kelana bersama Tuan Kontelir berikut juga tuan steurman kapal naik ke darat. Mereka bertemu dengan Batin Aris dan Akim Lansar, mereka berdua berasal dari pasukan laut, Nama itu sebenarnya adalah nama gelaran. Adapun aris dan Lansar adalah nama bagi batang tubuhnya.
Mereka dibawa ke rumah Raja Ali bin Raja Haji Umar almarhum yang menjadi wakil di Pulau Panjang itu. Tetapi orang yang dimaksud sedang pergi ke Pulau Midai. Raja Ali Kelana beserta Tuan Kontelir mencari siapa yang jadi wakil Raja Ali di sini, jawab mereka yaitu Imam. Maka Raja Ali Kelana beserta Tuan Kontelir duduklah berhenti di situ karena memeriksa dan menyiasati perkara sebuah tongkang Haji Usman.
Sayangnya tidak ada dalam pemeriksaan dan siasat Tuan Kontelir ini dapat sekali-kali keterangan atas segala mereka yang di pulau itu mengambil segala barang-barang tongkang Haji Usman, maupun membeli, menumpang taruh.
Namun, ada informasi dari masyarakat sekitar bahwa di situ ada juga sebuah kapal tongkang yang telah pecah dipukul oleh angin barat, akan tetapi tongkang itu dari Pulau Bunguran bermuat kayu dan sampai sekarang ini ada lagi terdampar di pantai Pulau Seraya dengan tiada boleh dipakai lagi lain daripada tongkang ini. Mengenai Batin dan Akim ini kepala bangsa rakyat pesukuan laut dan anak buahnya yang di dalam pegangan keduanya itu jumlahnya ada enam puluh kelamin, pertama-pertama tempat yang bernama Batu Bin ada 10 kelamin, kedua di Pulau Subi ada 30 kelamin, Pulau Subi ada 30 kelamin, dan di Pulau Panjang ada 20 kelamin.
Pukul 12½ Raja Ali Kelana dan Tuan Kontelir kembali ke kapal dan dibawa Akim dan Batin turun ke kapal karena boleh menunjukkan jalan masuk ke labuhan Pulau Serasan. Dan pukul 1½ berlayar kapal masuk ke Pulau Serasan, pukul 4 petang tiba di labuhan Serasan. Dan ketika itu Raja Ali Kelana meminta Batin memanggil Orang Kaya Muhammad Yasin, dari pukul 5 petang sampai pukul 8 lebih malamnya belum juga Orang Kaya Muhammad Yasin turun sehingga sampai pukul 9½ baru datang Batin. Ia membawa kabar bahwa Orang Kaya Muhammad Yasin berkata ia tidak boleh turun di kapal karena uzur. Heranlah Raja Ali Kelana, kalau memang uzur seharusnya wakilnya datang ke kapal.
Pada 19 Ramadan bersamaan dengan 2 Maret hari Selasa pukul 6 pagi ketika Raja Ali Kelana belum tidur, tiba-tiba ia melihat Orang Kaya Muhammad Yasin telah ada di kapal. Lalu ia bertanya kenapa semalam tidak datang ke kapal. Pagi pukul 7¼ Raja Ali Kelana, Tuan Kontelir, dan Tuan Kapitan naik ke darat menuju rumah Orang Kaya seperti yang sudah dijanjikan. Sampan Orang Kaya turut ikut serta sebagai penunjuk jalan. Namun Orang Kaya Muhammad Yasin tidak mengira-ngira seberapa jauh jarak antara sampannya dengan Raja Ali Kelana, sampai-sampai Raja Ali Kelana kehilangan dari mata sampan Orang Kaya tersebut. Dalam keadaan tersesat itu, sekoci mereka kandas. Terpaksa Raja Ali Kelana, Tuan Kontelir, dan Tuan Kapitan mengarung di dalam air lumpur. Sesampainya di darat, berjalan mereka mencari rumah Orang Kaya Muhammad Yasin.
Tidak lama, Orang Kaya Muhammad Yasin datang dengan rupanya yang tidak begitu peduli dan menghiraukan yang baru saja terjadi dengan rombongan Raja Ali Kelana tersebut. Kemudian mereka membasuh kaki. Dalam perjalanan yang diikut serta oleh Orang Kaya Muhammad Yasin, Raja Ali Kelana bertanya lagi mengapa Orang Kaya tidak turun ke kapal semalam. Orang Kaya Muhammad Yasin menjawab bahwa tidak ada tembakan pertanda. Keheranan muncul kembali, kalau berpegang pada adat menembak, mengapa Orang Kaya Muhammad Yasin datang ke kapal tanpa menunggu bunyi bedil ditembak. Orang Kaya Muhammad Yasin tidak membalasnya. Sampai di rumah Orang Kaya Muhammad Yasin, Raja Ali Kelana mulai memeriksa perkara,
Perkara pertama yang diperiksa berdasarkan aduan Haji Muhammad Saleh atas Nakhoda Amin. Kabarnya perkara itu sudah diputuskan, Raja Ali Kelana ingin mengetahui keputusan itu dan siapa yang memutuskan. Orang Kaya Muhammad Yasin mengatakan perkara itu sudah diputuskan oleh Orang Kaya Abdul Hadi yang saat itu sedang berlayar ke Pontianak. Hal itu ditanggapi oleh Haji Abdul Rahman Imam. Ia menjelaskan awal mula perkaranya. Haji Muhammad Saleh berjanji menyewa petak perahu Nakhoda Amin untuk berlayar ke tanah Jawa. Tetapi nyatanya, uang sewa tersebut tidak dibayar oleh Haji Muhammad Saleh. Hal itu dibantah langsung oleh Haji Muhammad Saleh, Nakhoda Amin hendak meminjam uang kepadanya sebanyak empat puluh ringgit. Nakhoda Amin berjanji pula kalau uang itu dipinjamkannya, dapat digunakan mereka bersama ke tanah Jawa membawa dagangan dengan perahu Nakhoda Amin. Haji Muhammad Saleh dapat menjadi anak buah perahu dan muatan dibebaskan dari biaya sewa seperti adat yang biasa dilakukan di Pulau Serasan. Haji Muhammad Saleh pun menyetujuinya.
Setelah mendengar perkataan Haji Muhammad Saleh, Raja Ali Kelana menerangkan kepada Imam bagaimana yang telah diceritakan oleh Haji Muhammad Saleh. Oleh Haji Abdul Rahman Imam menjawab bahwa diputuskan perkaranya tidak dapat Haji Muhammad Saleh membayar sewa petak kepada Nakhoda Amin. Lalu Raja Ali Kelana kepada Haji Abdul Rahman Imam kembali menanyakan, “Tuan menetapkan kepada Haji Muhammad Saleh membayar sewa petak dengan tiada dapat tiada kepada Nakhoda Amin itu, dengan apa jalannya.” Setelah itu, Haji Abdul Rahman Imam diam sahaja.
Perkara selanjutnya berdasarkan pengaduan seorang Melayu bernama Simuk. Kabarnya, Orang Kaya Muhammad Yasin telah merampas sebuah sampan yang jadi kehidupan bagi Simuk. Hal itu diakui oleh Orang Kaya Muhammad Yasin dengan karena sampan itu bercat kuning. Dalam undang-undang yang ditentukan oleh Orang Kaya Muhammad Yasin disebutkan, tidak boleh orang keluar menggunakan hal di atas. Sampan yang sudah diambil oleh Orang Kaya Muhammad Yasin itu diberikan kepada Raja Haji Usman ibni Raja Haji Abdul Wadud di Riau Pulau Penyengat. Menurutnya, orang tersebut yang lebih pantas-patut menggunakan sampan bercat kuning. Raja Ali Kelana menanyakan siapa yang membenarkan dan mengaku bahwa undang-undang itu dapat dipakai. Orang Kaya Muhammad Yasin mengatakan undang-undang itu berasal dari Riau. Merasa tidak percaya, Raja Ali Kelana ingin melihat undang-undang itu. Setelah dilihat oleh Raja Ali Kelana, undang-undang tersebut tidak bisa dipakai karena banyak yang menyalahi aturan yang sudah ada. Aturan tersebut juga tidak diketahui siapa yang membuat, mengaku, dan membenarkannya. Raja Ali Kelana lalu mengambil undang-undang itu pertanda tidak boleh dilaksanakan.
Setelah semua perkara itu dapat diselesaikan, pada pukul 12 Raja Ali Kelana dan rombongan turun ke kapal. Pada 20 Ramadan yang bersamaan 3 Maret hari Kamis pukul 8 pagi bertolak dari Pulau Serasan, dan pukul 7 malam itu berlabuh kapal hampir dengan Pulau Tembelan tetapi tiada dapat masuk labuhan kaena malam. Dan pada siang kamis pukul 6 pagi berjalan pula kapal akan masuk pelabuhan tembelan.