Perjalanan yang Kesembilan
Di Pulau Bunguran pada 14 Ramadan hari Kamis bersamaan dengan 27 Februari
Pukul 9.40 menit, Raja Ali Kelana beserta rombongan kembali memulai perjalanan dari kampung Mahligai bersama nakhoda Saih selaku penunjuk jalan. Dalam perjalanan ini, kira-kira ½ jam sampai di Air Angat. Raja Ali Kelana berhenti di situ untuk menggambar Gunung Ranai. Sayangnya gambar itu tidak tercantum dalam cetakan bahasa Indonesia.
Setelah selesai menggambar, mereka melanjutkan perjalanan sampai pukul 10 siang, tiba di sebuah kampung bernama Lemang. Ada empat belas buah rumah. Tiga puluh menit kemudian sampai di pangkalan yang bernama Sungai Hulu. Dari Sungai Hulu berkayuh ke hilir dengan dua buah sampan menuju ke Tanjung Penagi. Pangkalan ini adalah tempat untuk pergi ke kampung Ranai dengan mengikuti garis pantai. Pukul 13.20 menit sampai ke Tanjung Penagi, tapi belum sempat bersauh, sampan yang dinaiki mereka kandas tidak bisa merapat ke tepi pantai. Raja Ali Kelana mengambil sikap menyuruh sebagian penumpang yang ada di sampan itu untuk turun supaya timbul sampan itu. Setelah turun, baru sampan itu dapat merapat ke darat. Raja Ali Kelana baru pertama melihat pasir di Pulau Bunguran seperti Pulau Terkulai Riau. Hasil dari pemandangan yang menarik hatinya itu berbuah sebuah pantun.
Tanjung Penagi pasirnya putih
tempat persinggahan tuan conteleur
berjalan pergi hati yang putih
sampan kandas tersalah alur.
Setibanya di Tanjung Penagi, mereka langsung berjalan ke darat. Sepuluh menit berlalu, tiba-tiba mereka berjumpa sebuah rumah yang di dalamnya beberapa orang bermain judi. Orang-orang tersebut saat tertangkap basah sedang bermain judi berusaha melarikan diri. Tetapi apa boleh buat mereka yang lemah tersebut. Atas perintah Raja Ali Kelana, Raja Mahmud, Amir Pulau Tujuh menangkap mereka. Masing-masing nama mereka adalah Kasim, Jamal, Batat, Bedul, Usman. Sayangnya, Usman berhasil lepas.
Perjalanan dilanjutkan membawa mereka yang ditangkap tadi. Tidak lama berjalan tiba mereka di Tanjung Pasir, setelah itu suku jam (15 menit) tiba di kampung Air Uma. Terasa lelah, Raja Ali Kelana dan rombongan berhenti sejenak di situ. Perjalanan dilanjutkan, dan tercatat pukul 15.30 sampai di kuala Sungai Ranai. Pukul 4 petang sampai di kampung Ranai. Di situlah kampung dan rumah Amir Ilyas yang telah meninggal pada 7 hari bulan Rabiul Awal sanah 1313. Lalu setelah Raja Ali Kelana selesai menggambar rumah Amir Ilyas, bersama Tuan Kontelir pergi ke tempat orang-orang yang bertanam kopi Liberia. Menurut Tuan Kontelir, sesuai dengan pengetahuannya, di tanah Bunguran ini dapat ditanam kopi karena dapat memberikan hasil yang baik. Setelah diperiksa pohon-pohon kopi itu maka kembalilah mereka ke kampung untuk menyiapkan sampan karena akan kembali pada malam itu juga mengikuti perjalanan laut. Dalam gambar yang dibuat oleh Raja Ali Kelana, tampak empat orang sedang duduk menerima hukuman polisi (rol).
Perjalanan yang Kesepuluh
Di Pulau Bunguran pada 15 Ramadan yang bersamaan pada 28 Februari malam Jumat pukul 6
Raja Ali Kelana beserta rombongan bertolak dari Ranai dengan dua buah sampan. Pukul 8.30 sampai di Tanjung Karang. Tiga puluh menit kemudian bertentangan dengan Tanjung Kukub dan pukul 10.30 tiba di kampung Sebentang (Sebintang). Di sana Raja Ali Kelana bertemu dengan Raja Muhammad Yusuf untuk hendak menumpang tidur di situ. Perjalanan tidak dapat dilakukan malam itu karena sedang musim angin timur.
7nk5gs
bh6u26