Posted on: 16 January 2022 Posted by: redaksi toknyong Comments: 1

Sebagai jalur pelayaran dunia, Natuna menjadi saksi bisu kapal-kapal yang melewati laut Natuna. Catatan atau laporan mengenai situs-situs kapal tenggelam yang berasal dari berbagai negara memperkuat hal itu.  Salah satu berita mengenai tenggelamnya kapal yang sedang berlayar melewati laut Natuna diabadikan oleh The Evening Star, koran yang berasal dari kota Washington, D.C. Koran itu terbit pada Selasa, 21 Maret 1893. Koran dengan harga dua sen itu memuat berita di halaman enam. Kabarnya di antara penumpang dalam kapal uap Inggris, Moray, yang telah tiba dari Singapura ke New York adalah Kapten Horace Staples dan anaknya, W. H. Staples. Mereka berdua adalah pasangan ketiga yang selamat dari kapal Amerika, Robert L. Belknap yang kandas dan tenggelam di Laut Natuna pada Senin, 16 Januari 1893.

Mereka merupakan kru terakhir yang terdengar kabarnya. Korban tenggelamnya kapal Robert L. Belknap lainnya telah dijemput di waktu yang berbeda-beda oleh kapal barang dan kapal uap pantai. Kapten Staples tinggal di Stockton Springs, sebuah kota di Waldo County, Maine, Amerika Serikat. Kapten Staples tidak punya keinginan sedikit pun untuk mengingat kembali kisah yang mengerikan itu. Apa yang dilalui oleh Kapten Staples adalah bagian dari hidupnya yang ingin dilupakan sama sekali.

Kapten Staples sedikit menceritakan tentang dirinya, putranya, dan enam awak yang melewati lima hari bersama di kapal terbuka sebelum dijemput. Robert L. Belknap yang diawaki Kapten Staples mengambil sebagian kargo mereka di Hiogo, dan sisanya di Kobe, Jepang. Lalu pada Jumat 30 Desember 1892, Robert L. Belknap bertolak dari pelabuhan terakhir menuju New York. Kapal tersebut menuju ke utara selama empat belas hari pertama (Jumat, 13 Januari 1893), tetapi pada hari berikutnya, kelima belas (Sabtu, 14 Januari 1893), ia mengubah arah sedikit. Kapten Staples bermaksud untuk melihat Pulau Natuna. Pada Minggu, 15 Januari, kru pengintai melihat pulau itu. Tetapi cuaca sangat tebal, dan karena pantainya yang berbahaya, Kapten Staples memutar haluan Robert L. Belknap ke barat daya untuk menjauh dari pulau itu. Kapten Staples melakukan perjalanan sepanjang hari, tapi karena angin bertiup sedikit, kapal itu tidak menambah kecepatan.

Sekitar pukul 3 pagi, Senin, 16 Januari 1893 daratan terlihat kembali di haluan kanan. Ia tahu bahwa tidak ada daratan lain sejauh 350 mil. Kapten Staples segera memperhatikan, bahwa telah membawa Belknap begitu jauh ke barat daya melewati pulau itu pada malam hari. Lalu, ia membawa kapal dengan sangat cepat. Tetapi, tiga perempat jam, tak lama sebelum jam empat, Robert L. Belknap dihantam dan kapal mulai terisi dengan air. Batu yang ditabrak oleh mereka tidak tertera dalam peta, akibatnya malapetaka tidak dapat dihindari.

Tidak ada hal lain yang dapat dilakukan selain menaiki perahu. Dalam hitungan Kapten Staples, dalam waktu sekitar dua jam Belknap akan turun sampai ke dasar. Beberapa harapan muncul di antara para kru pada awalnya, tetapi kembali menjadi ketakutan. Hanya ada satu wanita di kapal, istri dari perwira kapal pembantu kapten. Dia tidak pernah goyah, meskipun yang lain merasakan Belknap tua mulai tenggelam di bawah kaki kami.

Dua puluh delapan orang yang ada pada saat itu. Tiga perwira kapal pembantu kapten, satu wanita, Kapten Staples dan awak dua puluh tiga laki-laki. Perwira kapal (chief mate), istrinya dan enam awak naik perahu pertama. Lainnya mengikuti. Sedangkan Kapten Staples, putranya, dan enam pria adalah yang terakhir pergi. Belknap telah hanyut dalam jarak empat belas mil dari Natuna dan dalam keadaan genting seperti itu, Kapten Staples menginstruksikan semua orang untuk menuju segera ke pulau. Perahu mencapai pulau dengan selamat.

Setelah selamat, mereka memutuskan untuk pergi secara terpisah keesokan harinya dan percaya pada keberuntungan (Selasa, 17 Januari 1893). Sebagai pelaut tentu Kapten Staples dapat memperkirakan bahwa daratan terdekat adalah Singapura 350 mil. Perahu yang dinaiki Kapten Staples menjadi perahu terakhir yang meninggalkan pulau itu. Kapten Staples percaya bahwa Tuhan melarang ia dan lainnya menderita seperti yang dialaminya selama lima hari di Natuna. Beruntungnya, mereka memiliki persediaan dan air yang cukup untuk membuat mereka tetap hidup.
Tantangan lain yang membuat mereka menderita adalah cahaya matahari yang panas. Delapan orang  di perahu kecil terbuka di bawah matahari yang cukup membakar kulit. Tambah lagi, mereka tidak punya apa-apa untuk berlindung dari terik siang dan selimut yang ada tidak cukup menutupi tubuh mereka di malam hari. Kontras antara malam dan siang sangat buruk, dan hari demi hari berlalu dan tidak ada apa pun kecuali air. Hampir mereka berkecil hati. Rasa gembira mereka saat Singapura yang mulai terlihat tidak bisa digambarkan karena kondisi mereka terlalu lemah akibat cahaya yang mengejutkan bagi mereka.

Konsul Amerika mengambil alih mereka. Kapten Staples dan putranya, seperti yang sudah disampaikan, ikut di kapal Moray. Sementara yang lainnya berpisah dan kembali ke rumah meeka dengan kapal yang berbeda. Kapal uap Inggris, Empress of India, yang tiba di Vancouver dari Singapura pada hari Selasa, 14 Maret 1893 membawa enam awak Belknap yang dijemput di laut, dua perwira kapal pembantu kapten dan empat kru dengan selamat.

1 people reacted on this

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.