
Panggung Budaya kembali hadir di akhir tahun 2021. Kali ini ditaja oleh Natunasastra dan Kompasbenua dengan tajuk “Riuh Rendah Penutup Tahun”. Semua keriuhrendahan yang terjadi pada setahun ke belakang akan segera ditutup, kegiatan ini memberi jalan alternatif untuk menutupnya dengan cara menikmati kesenian sebagai refleksi dan menyusun konstruksi semangat yang baru. Panggung Budaya diselenggarakan selama dua hari dari tanggal 3-4 Desember 2021 di Aula Syamsul Hilal. Kelancaran kegiatan ini juga didukung oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Natuna dan Badan Pengelola Geopark Natuna.
Panggung Aula Syamsul Hilal ditata sedemikian rupa sehingga memanjakan dan memberi kenyamanan untuk penonton yang berada di dalam aula. Bagian latar panggung di pasang kain hitam dengan tambahan sorotan lampu warna-warni dari bawahnya. Penataan lampu berwarna senja menyoroti penampil yang berada di atas panggung memberi kesan yang lembut dan tidak intimidatif. Sehingga seisi ruang yang gelap akan mengarahkan penonton tetap memperhatikan ke arah panggung.
Pada malam pertama, Panggung Budaya dibuka dengan penampilan alu selesung yang dimainkan oleh generasi muda dari Limau Manis. Hal ini memberikan semangat kepada generasi muda lainnya untuk turut menjadi pelaku dalam melestarikan tradisi Natuna. Selain mereka, penonton juga diberi kesempatan untuk mencoba bermain alu dengan arahan dari pelatih alu. Alu Selesung juga sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya tak Benda pada tahun ini.
Sesi berikutnya adalah bedah buku kumpulan cerpen Salju di Pondok Pengadah karya Ellyzan Katan yang baru saja terbit di tahun 2021. Sesi bedah buku ini dimoderasi oleh Deri Adesti dari Mbecite Kelarik. Sebagai pengulas, yaitu Rahma Alia, siswa MAN 1 Natuna yang juga anggota dari Natunasastra yang sudah menerbitkan karya bersama dua temannya di Wattpad dengan judul A Different Love Story yang rilis pada April lalu dan juga ada Married with Mr. Dingin. Juga tentu malam itu hadir Ellyzan Katan dengan tampilannya yang sederhana. Buku ini memuat 18 cerpen yang bercerita tentang kehidupan masyarakat di tanah Melayu. Ia mengatakan bahwa menulis seperti memasak, semakin sering kita melatih kemampuan memasak maka semakin meningkat pula kemampuan kita dalam memasak. Begitu pun dalam menulis, semakin sering latihan menulis maka semakin piawai kita dalam menulis. Ellyzan Katan sudah menerbitkan beberapa karya, seperti Getah Damar, Mimpi-mimpi May, dan beberapa buku pemerintahan. Selain itu, artikelnya sudah pernah terbit di Kompas.
Keseruan malam itu ditutup dengan penampilan juara 1 lomba bercerita Festival Budaya Desa Sepempang. Ia membawakan cerita Legenda Pulau Senua, salah satu cerita rakyat yang saat ini populer di Natuna. Dengan properti kapal dan beberapa handprop lainnya, penampilannya berjalan lancar.
Undangan malam itu dihadiri oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Hardinansyah; Kepala Bidang Kebudayaan, Hadisun; Kepala Bidang Pemasaran, Kardiman; Ketua BP Geopark Natuna, Kiki Firdaus. Selain itu juga hadir OSIS SMP dan SMA se-Bunguran Timur, FAN, Genre, dan penonton yang berasal dari berbagai elemen masyarakat. Dalam tanggapannya tadi malam, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Hardinansyah, mengungkapkan bahwa pariwisata dan kebudayaan itu persis seperti hidup tanpa cinta. Artinya dua elemen tersebut harus dapat berjalan beriringan untuk memajukan Natuna. Kesempatan itu juga, beliau mewakili Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan pemerintah Kabupaten Natuna sangat mengapresiasi kegiatan Panggung Budaya. Ia juga memberi semangat kepada generasi muda karena akan melestarikan kebudayaan Kabupaten Natuna.