
Oleh Redaksi toknyong
Kendaraan laut tradisional pada masa dulu yang masih dapat dijumpai di masa sekarang selain kolek adalah jongkong. Penyebutan jongkong di wilayah Ranai dan sekitarnya, yaitu junggong. Sedangkan wilayah Serasan, Subi, Midai, Pulau Tiga dan sekitarnya menyebut jongkong dengan jungkong. Perbedaan penyebutan ini tidak menunjukkan perbedaan dari segi bentuk atau fungsi jongkong.
Asal katanya, jong merupakan perahu atau sampan yang memiliki ukuran besar dan kecil, sedangkan kong merupakan tempat didirikan tiang untuk menegakkan layar. Dengan demikian jongkong dapat dikatakan sebuah perahu dengan menggunakan layar yang digunakan masyarakat di pesisir pantai. Jika merujuk pada pengertian di atas, apa yang tampak dan disepakati oleh masyarakat di Natuna tentu tidak sesuai. Pada ingatan orang-orang dulu, maupun apa yang ada pada saat ini, jongkong adalah perahu tradisional yang menggunakan tenaga manusia dan dibantu oleh dayung, tanpa layar.
Jongkong usianya lebih muda dari kolek. Tepatnya belum diketahui, tapi masyarakat mengatakan bahwa kolek lebih tua dari jongkong. Dari segi bentuk, jongkong mengalami perubahan ukuran. Hal itu terlihat dari lebar jongkong yang dapat dinaiki lebih dari satu orang.
Lunas ataupun tulang punggung perahu dibuat dari kayu ghesak atau mengkuseng. Pilihan kayu ini agar kuat sebagai pondasi awal. Adapun fungsi dari lunas adalah pondasi awal dari kerangka jongkong. Kerangka ini yang nanti akan menyatukan dari satu papan dengan papan lainnya sampai membentuk lambung jongkong. Kerangka ini tidak terlihat pada kolek. untuk badan jongkong menggunakan bahan meghantik atau meranti. Jenis ini dipilih karena kayunya yang ringan.
Linggi pada jongkong memiliki tinggi yang sama antara bagian haluan dan buritannya. Selain itu, ada dek depan. Ada juga lantai depan yang dapat diduduki orang. Bagian selanjutnya petak ikan, tempat berbentuk persegi ini berfungsi sebagai penampung ikan. Belakang petak ikan adalah palka sekaligus tempat nelayan mengemudikan jongkong dengan posisi berdiri. Pada sisi dalam kiri dan kanan badan jongkong, dipasang tegak kayu sebagai titik tumpu pengayuh atau yang disebut ciau. Bahan yang digunakan sebagai titik tumpu itu adalah teghan ciau. Untuk mengaitkan ciau ke kayu itu menggunakan tali pendek berbentuk gelang yang terikat di kayu yang disebut tali kalas. Tali ini berfungsi sebagai penghubung. Bagian terakhir ada dek belakang disusul linggi. Selain teknik, kecepatan mendayung juga sangat bergantung pada kekuatan leguk atau otot dari pengemudi.
Palka sebagai tempat buang airnya. Sedangkan, untuk meletakkan ikan sudah tersedia petak ikan. Pada bagian lain, lubang untuk membuang atau keluar masuk air dalam jongkong yang seukuran duit koin disebut lubang kakap. Posisi lubang ini berada di tengah-tengah bagian lunas, di bagian area palka atau petak ikan. Fungsinya untuk mengeringkan air ketika sedang surut. Dengan praktis, orang mudah untuk membuang air dalam jongkong dengan cara membuka penutup lubang kakap. Setelah bagian dalam jongkong disiram, air langsung keluar total lewat lubang kakap.
Soal warna, jongkong dapat dicat dengan pilihan warna beragam. Tidak ada ciri khas yang menandakan bahwa satu warna tertentu wajib ada dalam jongkong.
Pengetahuan terhadap pilihan kayu untuk membuat bodi, lunas, atau ciau tentu merupakan pengetahuan tradisional yang sudah turun-temurun menjadi pedoman para nelayan untuk membuat jongkong. Saat ini jongkong masih dapat ditemui di pesisir Natuna.