Posted on: 25 November 2021 Posted by: redaksi toknyong Comments: 0

Oleh Redaksi toknyong

Sebelum pompong dan kapal kayu yang sudah banyak berlayar di laut Natuna, kolek lebih dulu menjadi kendaraan utama dalam aktivis melaut. Kolek adalah perahu yang digerakkan nelayan dengan alat bantu sebuah pengayuh panjang sebagai kemudi. Hanya dapat dinaiki satu orang dengan posisi duduk dan kaki berselunjur.

Kolek dibuat menggunakan kayu-kayu pilihan yang dapat ditemukan di pulau Natuna. Kolek dibuat dengan model kayu susun, artinya pembuatan kolek dengan cara menyatukan potongan kayu yang disusun sesuai dengan ukuran kolek. Kayu susun menggunakan 350 pasak yang dibuat dari kayu pinis. Pasak ini dipasang selang-seling pada bagian kayu yang akan disambungkan sampai membentuk lambung kapal yang dibuat dari kayu tengar atau kayu pelaik (pulai). Kuweng digunakan untuk menutupi celah kayu yang terlihat agar menghalangi air masuk ke dalam kolek, tetapi sekarang lebih sering menggunakan serat tali guni. Selain kayu susun, kolek juga dapat dibuat dari batang yang berukuran besar lalu tengahnya ditarah (melubangi bagian tengah) sampai berbentuk bagian dalam kolek. Pada masa dahulu, bahan yang diperoleh harus dikeringkan selama dua tahun baru kemudian dapat disatukan.

Lebar kolek 1,5 kaki. Ukuran ini sama dengan tinggi 1,5 kaki. Panjang kolek 14 kaki. Lunas kolek menggunakan batang sikop yang berwarna hitam kayunya. Lunas ini menyatu dengan linggi yang ada di haluan dan buritan kolek. Pada haluan, linggi lebih rendah dibandingkan bagian buritan.  Tinggi linggi bagian depan haluan kolek 1 kaki, sedangkan bagian buritan kolek lebih tinggi 1,5 kaki. Linggi kolek dibuat dari bahan meranti. Linggi dicat berwarna merah.

Ada dua lis atau bilah yang ada di kolek. Pertama pada bagian lambung kolek yang dibuat dari meranti. Fungsi dari lis ini adalah sebagai penahan air agar kolek tidak oleng. Lis ini umumnya diwarnai putih. Lis kedua diletakkan pada bagian atas atau pipi lambung kolek supaya terhindar dari lapuk. Bahan yang digunakan berasal dari pohon balau. Lis ini umumnya berwarna merah.

Pengayuh dibuat dari batang melilin. Pengayuhnya berukuran 7 kaki. Pada bagian ujung pengayuh dibentuk melebar dan tipis, juga dibuat lebih melengkung. Hal ini berpengaruh pada laju kolek. Masyarakat Natuna menyebutnya ciau atau kiau.

Istilah yang dipakai pada kolek untuk menyebutkan ruang penyimpanan adalah pitak. Sedangkan istilah palka lebih akrab dengan kapal berukuran leibh besar. Pitak berbahan meranti. Letaknya di bagian depan kolek. Panjang pitak 1,5 kaki. Pitak umumnya digunakan untuk meletakkan ikan yang berhasil diperoleh oleh nelayan.

Bagian tengah kolek digunakan sebagai tempat nelayan mengemudikan kolek. Ada potongan kayu sebagai alas duduk nelayan.  Juga ada sepotong kayu yang dipasang mengikuti lebar kolek diletakkan belakang posisi duduk pengemudi sebagai sandaran. Potongan kayu ini juga menandai pembatas antara bagian tengah dan belakang kolek.

Tepat di sudut lancip haluan dan buritan kolek dipasang kayu yang berfungsi sebagai tempat untuk menambatkan tali.  Khas dari kolek adalah pada bagian depannya ada kayu dibentuk bulat dan diletakkan melintang. Bagian kayu sebelah kanan lambung kolek berbentuk kepala burung, sedangkan sisi kiri lambung kolek berbentuk ekor. Kegunaannya untuk menambatkan tali sauh kolek.

Terkait dengan warna kolek, masyarakat secara tidak langsung menyepakati warna kolek. Bagian lunas sampai tengah lambung kolek berwarna hitam. Kemudian lis tengah kolek berwarna putih. Lambung atas berwarna biru dengan tambahan warna putih di bagian atas sampai batas pipi kolek. lis atas atau pipi kolek berwarna merah menyambung ke kedua linggi. 

Kolek biasanya diletakkan tidak jauh dari bibir pantai. Beberapa petuah yang berkaitan dengan kolek yang masih dipercaya sampai sekarang seperti tidak boleh jejak ke tanah agar tidak mahal rezeki. Mahal rezeki di sini dimaksudkan ketika melaut nelayan kesulitan mendapat ikan.

Setelah melaut, kolek digandar lalu diletakkan ke bonsa jungkong/bonsa kolek yang terbuat dari kayu beratap daun sagu. Hal ini dilakukan agar menjaga kolek tetap awet. Posisi bonsa menghadap ke laut, begitu juga kolek diletakkan di dalamnya agar terlindung dari terik matahari. Posisi kolek telungkup menghadap ke laut agar mudah rezeki. Hal ini diartikan ketika melaut, nelayan mudah mendapatkan ikan. Harus ada dua galang atau kayu yang digunakan sebagai alas kolek agar tidak jejak tanah.

Pengetahuan lainnya yang berkaitan dengan kolek adalah cara tradisional nelayan dalam memancing. Daun kelapa muda (seperti daun untuk membuat ketupat) sepanjang satu kaki yang dipotong vertikal, tidak lebar. Ujungnya diikat di batu, ujung satunya lagi dikaitkan ke kail bulu. Bulu-bulu yang diikat di kail sebagai umpan untuk mengelabui ikan. Setelah dikaitkan, tali pancing akan mencapai dasar. Kail bulu akan terlepas dari  ujung daun kelapa tadi. Kailnya akan ditarik sedikit demi sedikit dan bulu itu akan bergerak seperti ikan kecil yang mampu menarik perhatian ikan lainnya sebagai mangsa. Warna biru itu menyerupai ikan labak dengan sasaran ikan mayok atau simbok (tongkol), sedangkan kail bulu juga berwarna merah untuk menyerupai cumi.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.