
Penamaan taek dalam permainan ini tidak ada sangkut pautnya dengan tahi yang bermakna kotoran. Taek di sini disimbolkan dengan potongan kertas atau daun yang dibentuk gumpalan bulat kecil. Selain taek, permainan ini juga menggunakan tekuyung atau tengkuyung. Dalam kaitannya dengan bahasa, tekuyung adalah bahasa daerah Natuna yang merujuk pada siput. Jenis tekuyung yang umum digunakan adalah tekuyung manis.
Untuk mendapatkan alat utama permainan ini tidak sulit, mengingat tekuyung berada di pinggir-pinggir pantai atau di bawah rumah pesisir. Juga pada saat-saat tertentu kulit tekuyung dapat diperoleh sesuai orang-orang menyantapnya. Sebagai daerah yang dikelilingi laut, tentu biota seperti tekuyung bukan barang asing bagi anak-anak. Hasrat untuk menghibur diri memanfaatkan kemampuan berpikir menggunakan hal-hal yang berkaitan dengan alam dan isinya di sekitar masyarakat.
Pada masa dulu, permainan ini lebih sering dimainkan oleh anak-anak perempuan, walaupun sebenarnya juga dapat dimainkan oleh laki-laki. Main taek dapat dimainkan minimal 2 orang atau lebih. Permainan ini tidak terikat waktu, artinya kapan saja dapat dimainkan.
Setiap anak yang ikut bermain, memiliki tekuyung dalam jumlah tertentu. Sebelum memulai permainan, mereka harus menyepakati berapa jumlah tekuyung yang dijadikan tagon (tagan). Di area permainan, juga sudah disediakan gumpalan kertas (taek) sesuai jumlah pemain. Setelah jumlah disepakati, pemain melakukan undian dengan cara ampiung. Undian ini untuk menentukan siapa di antara pemain yang memulai permainan terlebih dahulu. seperti biasa, jika tersisa dua orang, maka dilakukan suit. Pemenang berhak memulai permainan dan menebak terlebih dahulu.
Sebelum memulai, pemain menyembunyikan taek di salah satu tekuyung yang jadi tagon. Taek ini berada di bawah tekuyung yang ditelungkupkan. Agar tidak diketahui pemain yang lain, mereka saling membelakangi sambil menentukan tekuyung taek. Setelah itu mereka membalikkan badan saling menghadap lalu memulai menebak isi tekuyung.
Posisi pemain membentuk lingkaran dan dimainkan searah jarum jam. Pemain pertama menebak tagon milik pemain kedua dengan cara mengangkat salah satu tagon. Jika tidak terdapat taek, maka tagon pemain kedua menjadi milik pemain pertama. Setelah itu pemain kedua menebak tagon milik pemain ketiga, dan seterusnya sampai salah satu pemain mendapatkan tekuyung yang terdapat taek. Pemain itu tidak dapat melanjutkan permainan lagi, tetapi tagon yang masih ada tetap boleh ditebak oleh pemain sebelah kanannya. Pemain lain melanjutkan permainan sampai tersisa satu tagon yang berisi taek tersebut.
Permainan dapat dilanjutkan kembali semacam babak berikutnya, di mana pemain memasang tagon dengan jumlah yang disepakati dan memulai permainan seperti di atas. Pemenang akhir ditentukan oleh jumlah tekuyung paling banyak di dapat masing-masing pemain.
Permainan yang sudah ada sejak beberapa generasi lalu ini masih dapat dijumpai di beberapa tempat di Natuna, walaupun perkembangan zaman membuat permainan ini tidak lagi banyak diminati oleh anak-anak. Padahal permainan ini mengajarkan kepada anak-anak untuk bersikap jujur dan sportif. Selain itu juga melatih anak-anak untuk memanfaatkan insting atau feeling.
Maen taek dan ekspresi budaya lainnya sudah termasuk dalam Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) dan Pengetahuan Tradisional (PT) Kabupaten Natuna sebagai Kekayaan Intelektual Komunal. Hal ini ditandai dengan penyerahan sertifikat oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Kepulauan Riau (Kanwil Kemenkumham Kepri) pada awal tahun 2021 lalu.
foto Hadisun