Posted on: 17 June 2021 Posted by: Comments: 8,153

oleh Destriyadi Imam Nuryaddin

Seperti namanya, Keramat Binjai sampai sekarang masih digunakan sebagai tempat pertemuan antara manusia dengan makhluk lain. Pertemuan dua alam ini mengomunikasikan ketidakberdayaan manusia agar dapat pula mendapat restu dari tempat keramat ini. Orang-orang yang termasuk memercayai ini juga setidaknya sudah menduakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Letaknya tidak jauh dari Pelabuhan Binjai, hanya memakan waktu lima belas menit untuk bersandar di pelantar atau jembatan yang dibuat oleh warga setempat. Warga menggunakan pohon nibung sebagai bahan untuk membuat pelantar itu. Menariknya, jembatan ini dihiasi beberapa gambar dan warna-warna cerah. Sebenarnya tidak ada tarif tetap untuk tambang pompong dari Binjai ke Keramat Binjai. Tarif ini masih bisa dibicarakan sampai menemukan titik tengah, untung-untung pengunjung memberi uang lebih.

Menariknya di sini adalah, pintu gerbang menuju situs keramat itu menggunakan tulisan Arab Melayu. Menuju ke atas dibantukan dengan beberapa anak tangga. Bisa dipastikan bangunan apa saja yang ada di sekitar situs. Selain keramat Binjai, ada surau dan dua pendopo. Sekelilingnya ditumbuhi batang-batang. Bangunan lain berada di luar dari lokasi keramat Binjai berada, seperti kamar mandi dan area peristirahatan.

Sampai sekarang praktik penyembahan pada situs yang dianggap keramat ini masih dilakukan.Segala hajat tidak cukup dipanjatkan kepada Allah Ta’ala, bagi mereka masih perlu mendapat dukungan lain agar lebih diperlancar. Ketika kita mendekat ke bangunan keramat ini, maka yang kita temukan adalah satu tanah memanjang seperti makam yang dikelilingi bebatuan. Kita akan menemukan beberapa buah gelas yang diletakkan di atas batu tersebut. Gelas ini berasal dari pengunjung yang memang disengaja meletakkan di situ, entah ini bagian dari ritual atau bukan. Ketika hari hujan, jika penguasa atau empunya keramat menghendaki untuk gelas itu berisikan air, maka terisilah ia. Namun, jika tidak dikehendaki untuk diisi maka tidak diisilah ia. Saat sesiapa pun yang berziarah dan menemukan gelas dalam keadaan terisi, itu berarti penunggu keramat memperbolehkan peziarah tersebut untuk mengambilnya atau meminumnya.

Tidak hanya itu saja, pemandangan lain yang akan kita jumpai adalah terdapat beberapa helai kain yang digantung di ranting-ranting pohon yang posisinya berada di depan bangunan keramat Binjai. Kain itu dibawa oleh peziarah, entah tidak ada yang memahami maksud dari itu. Kain yang dominan ditemukan, yaitu berwarna putih dan kuning.Ada satu kain berwarna kuning yang dililitkan di batu yang berada di situs keramat itu. Dari warnanya yang sudah pudar menandakan bahwa kain ini sudah lama dan tidak pernah diganti. Berdasarkan cerita yang ada, batu tersebut sebagai petanda tempat terakhir Orang Kaya Serindit Dina Mahkota bertapa.

Berkaitan dengan batu, ada juga praktik lain yang dilakukan oleh peziarah. Jika terdapat hajat, peziarah mengambil batu berukuran kecil yang berada di situs itu lalu menukarkannya dengan batu yang berasal dari tepi sungai sekitaran kawasan situs tersebut.Batu yang berasal dari situs itu tadi dapat dibawa pulang.

Selain itu, dulu masih ditemukan duit syiling pecahan seratus rupiah bergambar wayang.Bukan hanya satu dua tetapi banyak.Tidak dapat dipastikan saat ini dari mana asal duit syilingbisa berada di keramat tersebut.Kemungkinan yang paling normal dan masuk logika adalah berasal dari para peziarah.

Baik air dalam gelas, kain, maupun batu dianggap sebagai berkah bagi para peziarah yang memiliki hajat yang belum kesampaian. Asal mula praktik ini tidak diketahui sudah dimulai sejak kapan. Pun jika hajat seseorang yang pernah ke situs ini terkabul, bisa jadi direstui Allah Ta’ala, dan bisa jadi oleh tuhan kedua mereka, yaitu penunggu keramat ini.

Keramat Binjai ini berada di kawasan Tanjung Linong, Desa Binjai, Kecamatan Bunguran Barat. Keramat Binjai ini tepatnya berada di depan Hutan Tikal Sungai Aek Pitu. Sungai ini menghubungkan ke daerah Tapau.Jika dari Pelabuhan Binjai berbelok ke kiri, biasanya jalur ini digunakan untuk transportasi menuju ke Sedanau.Persimpangan dua jalur ini terdapat sebuah tanjung bernama Tanjung Linong.Tempat ini dipercaya sebagai tempat bekas pengawal betarak (berkumpul) atau markas para pengawal.

Saking keramatnya tempat ini, bagi mereka yang merasa berdoa kepada Allah Ta’ala tidak cukup, keramat Binjai jadi pilihan selanjutnya.Pada masa-masa kompetisi pemilihan pejabat daerah, baik tingkat atas maupun tingkat bawah sekalipun.Ada yang datang saat malam hari dan pulang keesokan paginya.Bahkan ada yang hanya berziarah sendirian di situs itu.Contoh, saat pemilihan ketua RT di suatu desa, ada salah satu calon yang berziarah ke situs Keramat Binjai.Tujuannya sudah jelas untuk mendapatkan kursi kekuasaan. Kabarnya setelah menang, ia menunaikan nazarnya, yaitu mengajak warga satu kampung untuk merayakan kemenangannya ke Keramat Binjai. Salah satu bentuk perayaan itu selain jalan-jalan adalah makan ketupat bersama kurang lebih sebanyak empat ratus utek.

Tempat ini juga dipercaya dihuni seorang penunggu memakai baju putih bertubuh kecil-kecil saja orangnya. Penghuni ini bisa hadir dalam mimpi seseorang yang ia kehendaki. Keramat Binjai juga memiliki pantangan, seperti tidak boleh buang air kecil apalagi besar dan bagi perempuan yang sedang halangan tidak boleh memasuki area situs Keramat Binjai.Pantangan ini layaknya kerap diterapkan di banyak situs yang suci.

Jangan heran jika terdapat dua nisan yang diletakkan di sebuah batang sebelah pendopo yang berhadapan dengan bangunan keramat. Dua nisan itu awalnya diletakkan di keramat tersebut oleh ‘tangan-tangan yang baik hati’. Peletakan nisan ini tidaklah sesuai, karena situs ini adalah keramat bukan makam. Jadi, nisan tersebut dilepaskan kembali oleh warga kampung Desa Binjai lalu diletakkan di pohon tersebut.

Keramat Binjai


Asal Muasal Keramat Binjai

Catatan mengenai asal muasal Keramat Binjai sejauh yang ditelusuri memiliki empat versi, yaitu versi Wan Din Yusuf, versi B.M. Syamsuddin, versi Wan Tarhusin dan versi Zurmidan KS.Hanya versi Zurmidan KS yang jauh berbeda dibandingkan versi dari ketiga sumber lainnya.

B.M. Syamsuddin dalam buku Cerita Rakyat dari Natunamenuliskan seorang putri kerajaan yang lumpuh dari pasangan Sultan Alauddin Riayat Syah III dan permasuri Baginda Raja Kesuma Dewi.Keadaan lumpuh itu yang sering dianggap orang-orang kerajaan lemah itumembuat Raja Fatimah bersama tujuh penjajab, empat puluh menteri, dan ratusan rakyat setia berlayar mencari dan membuka negeri.Adat yang tersusun pada masa itu, sebelum membuka negeri, Raja Fatimah harus bersuami terlebih dahulu.Lalu dinikahkanlah Raja Fatimah dengan salah satu menteri.Setelah menikah, tiba-tiba menteri tersebut meninggal.Singkatnya, sudah ada tiga puluh sembilan menteri yang meninggal setelah menikah dengan Raja Fatimah.Perjalanan diteruskan sampai masuk muara sebuah sungai yang indah, membuat Raja Fatimah menjadi geram.Tempat itulah yang dijadikan sebagai sebuah negeri yang bernama Segeram.Menurut cerita, tempat ini sudah berpenghuni, maka diumumkan siapa yang hendak menjadi suami Raja Fatimah.Hanya Demang Megat yang bersedia. Lalu ia diislamkan dan berganti nama menjadi Datuk Balau Silak. Setelah menikah, namanya ditambahi gelar Serindit Dina Mahkota yang berarti pemegang kekuasaan atas nama raja perempuan di Pulau Serindit.

Demang Megat berasal dari negeri Siam dikarenakan hanyut terseret banjir.Saat itu pulau Bunguran masih bernama Serindit sebab banyak burung serindit di pulau Bunguran.Tidak dijumpai satu pun manusia di pulau tersebut.Ia memanjat pohon kayu balau bercabang silak (bercabang pecah kecil-kecil). Tubuhnya berbulu lebat karena ia hanya makan madu lebah yang bersarang di pohon tersebut.

Wan Din Yusuf, menuturkan cerita yang sedikit berbeda. Jika sebelumnya Raja Fatimah sendiri yang hendak pergi membuka negeri, Wan Din Yusuf dalam penyampaiannya mengatakan bahwa ayah Raja Fatimah yang menyingkirkan anaknya itu. Untuk menandai ia adalah seorang putri sultan, maka ayahnya memberi bekal sebuah mahkota. Sesampainya di Segeram, menteri utama menikahkannya dengan Demang Megat yang selanjutnya berganti nama dan bergelar Orang Kaya atau Serindit Dina Mahkota. Demang Megat awalnya terdampar dengan rakit betungnya di Sungai Segeram Pulau Serindit.

Perkampungan pertama yang dibangun bernama Mahligai. Rumah terbuat dari kayu Bungur, sehingga berubah nama pulau tersebut menjadi Bunguran.

Saat Raja Fatimah hamil enam bulan, Demang Megat hendak pergi bertapa.Sebuah penjajab dan beberapa hulubalang menuju ke sebuah pulau kecil yang berbukit batu.Demang Megat memerintahkan hulubalang untuk kembali pulang karena tidak ingin diganggu.Setelah sebulan, hulubalang yang menjemput Demang Megat terkejut karena tempat terakhir semedi tuannya itu kosong.Sebagai tanda, mereka meletakkan sebuah batu di atas tanah bekas tempat duduk Demang Megat yang hilang. Tempat itu yang kini dikenal dengan nama Keramat Binjai.

Menurut penuturan Wan Din Yusuf, berarti nama Segeram sudah ada sebelum Raja Fatimah masuk membuka negeri. Hal ini yang juga membedakannya dengan versi B.M. Syamsuddin.Kedua versi ini sebenarnya saling melengkapi cerita.

Demang Megat juga dikatakan sebagai manusia pertama di pulau Bunguran, hal itu juga dituturkan oleh Wan Tarhusin. Bedanya, ia menyebutkan bahwa Demang Megat yang awalnya adalah seorang anak berubah tiba-tiba menjadi besar dan berbulu. Singkat cerita, setelah menikah dengan Raja Fatimah, oleh kerajaan Johor, Demang Megat diberi gelar Datuk Kaya.Gelar ini diberikan untuk pertama kali dan merupakan gelar tertinggi.Keturunan Demang Megat selanjutnya dan orang-orang yang ada di Bunguran mengenal Datuk Kaya sebagai pemimpin adat mereka.

Versi yang lebih menarik dituturkan oleh Zurmidan KS sebagai juru kunci Keramat Binjai.Menurutnya, keramat Binjai sudah ada pada abad dua belas.Keramat Binjai adalah Syeikh Ahmad Kamil Basah yang merupakan seorang wali yang sangat sakti melebihi wali songo di pulau Jawa.Kesaktian yang luar biasa itu ditunjukkan dengan ketika melaksanakan salat di Mekah setelah itu sudah ada di Binjai.Syeikh Ahmad Kamil Basah menikah dengan Selipah Azenah (Raja Fatimah), jelmaan betung (bambu) yang merupakan anak dari Sultan Alauddin Riayat Syah III setelah tubuhnya dihanyutkan dari johor dan terdampar di Binjai.Setelah meninggal, makam Syeikh Ahmad Kamil Basah disebut sebagai keramat Binjai. Keramat ini tanpa nisan, hanya sebuah batu.

Versi Zurmidan KS tentu jauh berbeda bahkan mengaitkan dengan kisah wali songo dari pulau Jawa.Cerita yang disampaikan pula lebih mistik dan beraroma halus.Yang lebih jelas lagi, bahwa keramat yang ada sekarang merupakan sebuah makam.Tetapi pandangan itu tampaknya perlu diperhatikan lagi sebab ketiga versi lainnya secara tidak langsung membantah versi Zurmidan KS.

Terlepas dari ritual dan asal muasalnya, tempat ini dapat dikategorikan sebagai wisata religi.Nilai yang dijual bukanlah hanya sebatas pemandangan pulau semata, tetapi nilai kebudayaan lokal yang sudah ada sejak abad-abad yang lalu.Wisata ini memberikan alternatif untuk para penikmat wisata sebagai napak tilas yang nampak untuk mengenal Natuna jauh sebelum seperti sekarang.

Sumber:
Edi Saputra. Wawancara pribadi. Minggu, 6 Juni 2021
Nuraini dan Novendra. 2009. Keramat Binjai: Laporan Penelitian Peninggalan Bersejarah. Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata: Natuna.

(editor Naldo Noor _Kompasbenua)

Uncategorized

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.