
Pandemi korona belum menunjukkan pertanda akan berakhir. Namun semangat gerak kebudayaan tetap dilaksanakan seperti yang dilakukan oleh Natunasastra melalui Malam Puisi Natuna pada Sabtu malam, 6 Februari 2021. Kegiatan yang sudah keempat kalinya berlangsung sejak tahun 2018 itu diselenggarakan di Aula Syamsul Hilal, SMA Negeri 1 Bunguran Timur. Tempat ini dipilih agar mempermudah pihak penyelenggara untuk mengontrol protokol kesehatan.
Natunasastra kali ini berkolaborasi dengan Kompasbenua yang didukung oleh komunitas lain seperti Sanggar Tiara Mayang, Natuna Mengajar, Sanggar Dina Mahkota, Lasak Smanda, dan lain-lain. Malam Puisi Natuna keempat ini mengusung tema Sejarah dan Budaya Sebagai Imunitas dan Identitas. Pemilihan tema ini sebagai bentuk pertanyaan sudah sejauh mana kita mengenal sejarah dan budaya dan dampak pada kesehatan pikiran juga kekuatan identitas kita.
Sebelum masuk ke dalam Aula Syamsul Hilal, penonton dicek suhu tubuh dan kelengkapan seperti masker. Setelah itu, penonton langsung disuguhi galeri foto dan karya. Sisi kiri dan kanan dipenuhi foto-foto Natuna zaman dahulu, lukisan karya siswa-siswa SMP Negeri 1 Bunguran Timur, puisi-puisi anggota Natunasastra, dan kertas kecil yang berisikan harapan untuk sejarah, budaya, seni, dan sastra di Natuna. Penonton secara langsung berinteraksi dengan masa lalu dan karya-karya yang ada. Sisi lainnya, penonton juga diajak untuk menuliskan satu bahasa daerah Natuna yang mereka ketahui pada sehelai kain putih panjang. Bahasa daerah ini diibaratkan sebagai tiket masuk sebelum ke ruang pertunjukan. Secara tidak langsung, penonton sudah menyumbangkan minimal satu bahasa daerah untuk sama-sama kita pelajari. Sementara di sudut lain, SMA Negeri 1 Bunguran Timur menampilkan prakarya rumah-rumah adat dari siswa-siswinya.
Sanggar Dina Mahkota mendapat kesempatan sebagai penampilan pembuka dengan tarian zapin kreasi. Gerakan empat perempuan muda terlihat lincah dan menarik perhatian penonton. Lalu dilanjutkan dengan penampilan-penampilan dari Mbe Cite Kelarik, yaitu pantomim, syair, pembacaan puisi, monolog. Lalu dari Lasak Smanda, yaitu Joget Bujang Lagak, musikalisasi puisi, pembacaan gurindam, pembacaan puisi. Juga Taman Baca Masyarakat (TBM) Taman Ilmu Desa Mekar Jaya dan Sanggar Tiara Mayang menampilkan pembacaan puisi. Penampilan yang juga menarik perhatian banyak orang adalah suluk, karena masih belum begitu familiar di telinga masyarakat Natuna. Suluk merupakan pembacaan syair-syair berkaitan dengan kegiatan yang sedang dilaksanakan sekaligus menjadi media dakwah Islam. Penonton terlihat antusias mengikuti acara, walaupun beberapa di antaranya beranjak keluar aula.
Untuk menambah kenyamanan menonton pertunjukan, penyelenggara memberikan segelas bubur kacang hijau dan segelas air mineral dalam kemasan. Namun, di samping kiri panggung juga tersedia pilihan menu lain dari Hanata dan Karaageku.
Malam Puisi Natuna keempat ini ditutup dengan menyanyikan lagu palok saguk sebagai lagu daerah Natuna yang dimainkan oleh Lasak Smanda berkolaborasi dengan Hadisun, budayawan dan seniman Natuna. Lagu ini dibarengi tarian masal bersama seluruh penonton dan penyelenggara. Sanggar Dina Mahkota dengan empat penari cantiknya menjadi pemandu dalam gerakan tersebut.
(toknyong.com-din)